Minggu, 29 April 2012

October, November........

Ini cerita pendek karya teman saya si Riefka, cerita yang saya request...



Satu minggu sebelum Oktober berakhir, pertama kalinya aku merasakan hal aneh, seperti kehilangan gravitasi. Melayang terbawa angin entah ke mana. Tapi warna suaranya segera membuatku tersadar tentang bagaimana cara berpijak. Isi kalimatnya yang terucap membuatku sadar tentang bagaimana seharusnya hidup. Dan aku teringat petuah Chekhov tentang "seorang wanita merana ketika tidak ditemani seorang lelaki dan ketika tidak ditemani seorang wanita, seorang lelaki menjadi bodoh."
Pernah ia mendengar atau membaca petuah Chekhov? entahlah.. air mukanya begitu misterius. Bau-baunya sih filsuf. Apa karena umur? 

Ah, umur lagi umur lagi! Sepuluh tahun jaraknya. Mengingat itu, semacam ingin menggigit ujung sarung bantal dan berteriak kencang!
Kenapa Oktober sudah membuatku frustasi seperti ini? Letak frustasinya ada pada umur, dan yang kedua, untuk apa aku membuang energi agar ia tertarik padaku jika ia sendiri susah untuk suka dengan perempuan. hmm.. semacam tokoh utama pria di film Leap Year yang trauma dengan perempuan. Andai saja ada sebuah GPS yang bisa mendeteksi keberadaan cowok-cowok keren, seumur denganku, dan cara berpikirnya seperti filsuf. Atau jangan-jangan teknologi semacam itu sudah dikembangkan oleh Google Earth?

Oktober berakhir, tapi aku belum tahu banyak soal kehidupannya. yah minimal tentang merk parfumnya. Mulukkah?

"Teh, aku punya kenalan tapi umurnya udah 38. gimana?"
Arrrrg, tua lagi. Kursor berkedip lama di layar ponsel.. dan beberapa detik kemudian kubalas pesan dari sepupuku ini, "oke, kasih aja deh nomerku, kalo dia punya BB kasih aja pin ku."

Beberapa temanku dekatku bilang, aku sudah ngga waras. ya, mungkin. Tapi pertanyaannya adalah: kenapa pria berumur sering menampakkan wujudnya dihadapanku? Apa karena aku yang masih kekanak-kanakan meski umur sudah 22, jadi kutub magnet berlawanan yang sering mendekat adalah yang "berumur"?
bisa jadi.

Aku mengernyitkan kening, menyingkirkan bantal yang menutupi seluruh wajahku. Nomor tak dikenal. Aku mengerucutkan mulut. Tapi kata pertamanya membuatku jadi menyunggingkan senyum. Ini dia orang yang dimaksud sepupuku. Kubalas pesannya. Ia membalas lagi. Tapi.. pesan kedua dan seterusnya kenapa jawabannya pendek-pendek? Sedang apa orang itu di sana? membalas pesan sambil berjalan atau? ah, mungkin sibuk. oke. tak masalah.

Pagi..

begitu sms darinya keesokan hari diawal aktivitas. aku bersemangat. semangatnya melebihi pelari maraton yang sudah mencium kemenangan. tak tik tuk tak tik tuk.. panjang lebar aku membalasnya, tentu terselip kalimat dengan nada bertanya.
tapi balasannya hanya: iya
errrrrrgh! persepsi tentang dia kubuang jauh-jauh. ini memang sudah kebiasaannya menjawab pendek! hmm badewei ini cowok tipikalku.
oke, ini sudah konyol. Pipiku sudah bersemu merah di awal pagi. Meski dengan kenyataan bahwa umurnya ternyata sudah 42.
Ada yang mau menghujaniku bahwa aku tak waras? aku terima itu. silahkan.. aku juga ngga ngerti kenapa cerita ini terdampar di kehidupanku. mungkin mau memberi warna?
baiklah.. tapi ada kenyataan lainnya bahwa aku masih terngiang-ngiang dengan Mr. October –meski semua kriteria ada pada Mr. November, bagaimanalah...wujud Mr. October lebih nyata. Dan aku ketagihan untuk sering bertemu dengannya. Merasakan suhu tubuh lengannya ketika duduk bersebelahan dan mengeplak lengannya dengan leluasa ketika sebuah banyolan keluar dari mulutnya. Beda dengan Mr. November yang jual mahal meski hanya meminta selembar foto untuk ku lihat.

"tau ngga sih, mas, kalo kamu ada dihadapanku sekarang pengen tak uyel-uyel!!! annoying banget sih jadi orang!"
begitu aku membalas pesannya setelah sekian hari ber-sms-an ria karena sesuatu hal yang membuatku gregetan. sok cool atau apa sih? bikin ngga nyante banget nih..
"kenapa?"
aish, balasannya kenapa! Kenapa pula tiap membalas meski pendek begitu sudah membuatku meleleh? Betul-betul berada di titik lebur. Aku kan bukan semacam elemen yang gampang meleleh di suhu kamar?

Aku membanting hapeku ke kasur dan menghempaskan tubuh, guling-guling ngga jelas. Bersumpah serapah sekaligus memukul guling bertubi-tubi. Bagiku ini nampak seperti berjudi, mungkin baginya juga demikian. Tak sesuai harapan atau sesuai target. Terbesit memang untuk mengganti kepribadian. Ah, kalian pasti juga begitu tiap mendekati target. Merubah kepribadian dan memaksakan diri untuk sama. Sama-sama suka film ini-itu atau kesenangan lainnya dan berujar, "ah aku juga suka ituuuuuu!"
Tapi pernyataannya sekali lagi membuatku lebur, "jadi diri sendiri aja. aku suka itu."

Minggu kedua setelah perkenalan dengan Mr. November itu, masih saja memikirkan Mr. October. Alasanku masih sama, karena memang lebih nyata dia dibandingkan Mr. November walau tiap hari selalu bertukar cerita lewat pesan singkat. Entah bagaimana akhir ceritaku jika nasibnya seperti ini. Tapi jika tahu aku tidak mungkin menulisnya. Ingin rasanya menasehati Mr. October, kalau ia sering menasehatiku tentang hidup boleh dong kali ini aku yang menasehati berharap ia tertohok. Bahwa berganti pacar itu ngga bisa menyesuaikan template lama ke yang baru, karena itu metode yang percuma. Jika menyerempet tentang trauma, ingin juga rasanya memberi petuah Chekhov. Tentu sambil membetot gitarmu yang kau pinjami dengan wajahku yang sok cute. Atau aku mengucapkan itu saat kita sambil memegang DSLR ketika hunting foto bersama?
Jadi aku bisa menyembunyikan wajahku yang berekspetasi lebih terhadapmu.

0 komentar:

Posting Komentar