Kamis, 21 Juni 2012

Walk in Silence

Aku masih berdiri di tempat yang sama, tempat di mana aku dan kamu biasa melewatkan waktu bersama. Sebuah taman di jantung kota. Dan aku suka bermain ayunan di sana, menikmati angin, menikmati hijau daun pepohonan dan rerumputan. Kau sekarang juga begitu. Berdiri termangu dengan tatapan kosong dan angan-angan yang mulai berhamburan, riuh. Walau tersimpan sunyi di otakmu, aku mampu untuk merasakan semua itu. Ya, sekarang aku mampu merasakan semua itu, Sayang.
In the silences I found you
Beneath the highlight
Come to see you just to know you
Day by day

Lagi-lagi kau duduk di ayunan yang biasa aku mainkan. Hey, itu kan tempat kesayanganku. Kamu mencuri kesempatan rupanya. Seharusnya aku yang duduk di situ, kau yang ada di belakangku, membantu mendorong ayunan itu. Ah, aku hanya bisa menggeram tanpa bisa kau dengar, Sayang. Menyebalkan sekali. Aku pun hanya bisa  terus memperhatikan dirimu yang terus berayun pelan tanpa suara, bisu, hening, diam. Hanya angin yang mendesau parau.
“Sayang, saya merindukan saat-saat bersamamu. Sungguh” bisikku tepat di telingamu.
Kau menoleh sekilas, menatap ke arahku. Namun lagi-lagi hanya tatapan kosong yang kau berikan. Aku benci ini. Ke mana mata yang selalu menatapku hangat penuh rasa itu. Ke mana binar mata bahagia yang selalu muncul saat menatap wajahku. Aku mendengus sebal. Aku benci ini, Sayang…sungguh aku benci.
Life is colorful but you said
Its all plain
Save the reason why I`m still here
Hoping you, missing you

Kau mengeluarkan kamera lomo antikmu dari dalam tas punggung yang selalu saja kau bawa ke mana pun kau pergi. Langit sore memang menggoda bagimu, selain aku tentunya. Aku hafal benar dirimu tersenyum lebar saat melihat cahaya matahari sore di celah ranting dan daun pepohonan. Kemudian kau selalu mengabadikannya, kau cetak dan selalu kau berikan hasilnya kepadaku. Terkadang kau juga tak jemu menjepret ekspresi wajahku yang menurutmu selalu berubah-ubah dan ekspresif. Ah, kamu selalu membuatku tertawa, bahagia. Bukannya kamu sangat hebat dalam menciptakan tawa, Sayang? Namun sekarang? Kau selalu muram, melihatnya saja aku jengah. Dan itu membuatku sangat marah, namun entah kepada siapa rasa marahku ini dibenarkan.
Tanganmu masih saja memegang kamera lomomu. Entah sudah berapa lama kau terdiam dan hanya memandangi benda antik itu. Tanpa disadari hari pun mulai beranjak petang. Namun kau tetap tak mengidahkannya. Hingga lampu taman mulai menyala satu persatu. Angin yang tadinya berhembus hangat terasa dingin menusuk. Lirih ku dengar isakanmu. Oh, jangan lakukan itu lagi…Kumohon. Melihatmu lunglai membisu saja sudah membuatku miris. Apalagi melihatmu menangis. Sayang, kau adalah lelaki tangguh yang pernah aku kenal, dan kau adalah lelaki terhebat yang pernah kugenggam hatinya. Aku pun belum menemukan jalan untuk menenangkanmu kali ini, berusaha memelukmu itu adalah hal yang mustahil, karena hanya angin yang dapat aku raih oleh tanganku kali ini. Aku bersujud di hadapanmu, menggigit bibir kuat-kuat melihat wajahmu yang basah oleh air mata. Dada ini sesak, otakku pun kehabisan akal, gelisah. Sayang, aku masih di sini. Harusnya kau sadar itu, Bodoh! Dan sekali lagi aku hanya bisa menunggumu berhenti menangis dan menenangkan diri dengan caramu sendiri. Kemudian aku hanya bisa memandangmu pergi meninggalkan taman ini, sendirian. Tanpa aku. Menikmati punggungmu semakin menjauh, dan hanya itu yang bisa aku lakukan sekarang. Hanya itu.
It`s me on your side
But you can`t see me
And my voice is around you
But you can`t hear me
I`m walk in the silence of you


210612,  9:41 PM, terinspirasi Walk in Silence by Homogenic

0 komentar:

Posting Komentar