Selasa, 05 Februari 2013

You're not an angel, but angel in you . . .


271374079589985259_31518433

image by : instagram/shevatya
Mendung sudah menggelantung, sebentar lagi hujan. Ah, tak apa ... hujan lah...
Beberapa hari yang lalu ada yang mengatakan kepadaku bahwa "Management Trainee" tak cocok untukku. What the hell is he said? Tapi kalau dilihat pada detik ini mungkin ada benarnya. Tulisan yang rencananya ingin aku posting nyatanya tertunda lagi. Masih anteng dalam folder dengan judul satu huruf itu. Aku merasa lebih sukses tanpa perencanaan alias spontan. Seperti tulisan ini, yang entah mengapa ingin sekali aku ketik. Tanpa rencana. Dan tertuju untuk kau, yang tak pernah aku bahas di tulisan-tulisan sebelumnya. Baru sekarang. Well, sekali-kali mungkin tak apa, daripada aku keki karena gregetan.

Mungkin aku memang pantas disebut sebagai penonton, atau mungkin pendengar atau pengamat setia. Ah apapun deh ya, ketiga kata tersebut kurasa aku sangat mahir memerankannya.
Okey, kali ini aku adalah pemegang hak veto untuk tulisan ini. Maka, boleh juga kalau aku juga membumbuinya dengan dimensi absurdku, seperti yang sering aku lakukan terhadap seseorang yang ada di ujung pulau sana. Ah, anggap saja ini bagian dari kekurangwarasanku. Pilih saja setting tempatnya. Aha, bukankah aku dan kamu sering menghabiskan tempat untuk berkuliner? Bagaimana kalau warung mie ayam saja?
Ini tulisanku, sudah pasti aku yang akan banyak berceloteh di sini. Boleh dimulai kan? Boleh? Baiklah ....
Nafasku mulai memburu. Entah karena terlewat sesak atau terlampau gregetan saat memandang dirimu yang sedang terdiam membisu. Ah, ayo lah.. It's not you! Bukankah kau yang aku kenal adalah orang yang paling tangguh sekaligus paling berani nekat untuk sebuah perjuangan??
"Itu dulu . . . " ucapmu getir.
Okey, fine. Itu dulu. Waktu yang bernama "dulu" juga membuatku tertipu mati-matian. Kupikir setelah banyak waktu berlalu, kau sudah mendapat apa yang menurutku pantas kau peroleh. Ur own happiness . . . Dan pada saat itu pun aku bersorak "Yeah, Tuhan Maha Adil... pada akhirnya ... ". Oh tentu itu sorakan dalam hatiku saja.
Tapi sekarang?
Aku meneguk teh hangatku sesaat. Yeah, it's seems really not fair (again). Jujur, aku terkesima saat kau mengatakan tak ingin menjadi 'pecundang' like the other boy. Aku sebut 'boy' karena yang masuk dalam kriteria 'man' dalam kamusku hanya disandang beberapa nama. Termasuk kamu, tentunya. Pada awalnya mungkin aku sangat mendukung sebuah rencana jahat, mungkin. Semisal yeah, melakukan hal yang sama sehingga kau pantas disebut 'pecundang'... Ah, boleh lah sekali-kali kau lakukan itu. Biar saja ada yang sakit hati, sekalian memberikan pelajaran, sekalian tahu rasa dan introspeksi diri. Namun, sudahlah... aku tau itu bukan hal yang 'kamu banget'.
Kau hanya memilih diam, menyembunyikan atau lebih tepatnya berusaha tak memperlihatkan, merasa payah akan itu semua. Bukan payah! Melainkan terlalu gentle, menurutku. Dan apa yang kamu bilang? Lebih baik melihat orang yang kau sayang yang jelas sadar atau pun tidak sadar telah menyakitimu bertubi-tubi bahagia dan tidak merasakan hal nista yang kau rasakan? Bloody Hell! Masih ada ya ternyata lelaki macam kamu? Kau tahu, saat kau berujar begitu aku ingin menggigit jariku sampai berdarah. Fine, lebay sesekali tak apa lah, yang jelas aku gregetan amat sangat.
You're not an angel ....
"Kalau kamu masih saja protes, u didn't know me so well ..." ucapmu masih dengan nada datar.
Justru karena amat sangat paham, aku jadi khawatir! Akhirnya aku menggeram, mendengus kesal, gregetan.. untuk ke sekian kali.  Baiklah, aku masih memegang erat petuah 'khawatir tidak menghalangi sebuah kejadian'. Kembali ke posisi awal, aku hanya penonton, pendengar, dan pengamat setia. Semuanya, mari kita serahkan kepada waktu dan semesta.
Yeah, you're not an angel... But angel in you ....
Dan demi apapun, kamu pantas berbahagia... kamu wajib memperolehnya dan kamu pasti mendapatkan ur own happines.. Bagaimanapun cara dan bentuknya nanti. Dan, bukankah bahagia itu merupakan tanggung jawab masing-masing? Aku masih percaya waktu dan semesta adalah sebuah konspirasi epic . Kedua hal itu masih sangat ajaib dan magis di tengah hidup yang semakin absurd ini.
Mencomot kalimat andalanmu... Sengaja aku lakukan, hhaha...
No matter what happen, I'm still here ....
- End
NB : just for my beloved brother ....

0 komentar:

Posting Komentar