Kamis, 21 Maret 2013

Dimensi absurd (lagi)

Hujan... dengan langit yang masih biru cerah.

Basah, tubuhku terguyur sempurna.

Sedangkan kamu, masih tegak berdiri di pinggir taman

Membawa payung, masih diam dengan sorot mata mengawasiku

Kepalaku mengadah ke langit..tanganku terbuka

Sejuk..menyelimuti sempurna wajahku.

Aku tertawa lepas, kemudian menoleh ke arahmu

Tanganku menjulur mengajak dengan sedikit godaan

Hanya kedipan mata yang aku lihat sambil mempererat pegangan di payung hitammu

Apakah kau tak suka hujan? Mataku mulai berbicara

Namun nihil, sama saja... matamu juga sempurna mewakilimu. Membisu.

Telapak tanganku terbuka menadah air-air langit..

Sekali lagi aku melihat ke arahmu yang masih tampak seperti patung pualam

Dan beberapa saat kemudian, kulihat kau membalikkan badan..

Tanpa kata.

Melangkah...

Hujan masih saja turun, namun bukan rintik-rintik lagi...

Rintih-rintih, seperti dicetuskan penulis favoritku.

Bibirku mengatup rapat, tak ada daya mencegah..

Kau semakin menjauh..

Mungkin, kau tak suka hujan. Atau sedang enggan...

Baiklah, sampai jumpa... sampai jumpa di persimpangan.. saat pelangi datang..

Semoga...

- 21032013 -

0 komentar:

Posting Komentar